Dampak Flu Burung dan Geopolitik terhadap Pasar Unggas Global

Penasaran dampak flu burung dan geopolitik pada pasar unggas global? Cari tahu kenapa harga ayam naik turun dan peluang investasi di tengah krisis ini.

4 min read
Dampak Flu Burung dan Geopolitik terhadap Pasar Unggas Global

Advertisement

Pernah kepikiran gak, kenapa harga ayam goreng atau telur di warung langgananmu bisa tiba-tiba naik turun kayak roller coaster? Ternyata, biang keroknya bukan cuma karena peternak lagi iseng, lho.

Ada dua pemain besar di balik layar yang diam-diam mengacaukan harga: flu burung dan drama politik antarnegara. Artikel ini akan mengupas tuntas dampak flu burung dan geopolitik terhadap nasib ayam-ayam di seluruh dunia, dan bagaimana situasi ini justru bisa membuka peluang emas bagi investor yang jeli.

Ancaman Ganda: Flu Burung dan Geopolitik Mengguncang Pasar Unggas

Untuk ngerti kenapa pasar unggas global lagi heboh, kita perlu kenalan dulu sama dua "musuh" utamanya. Keduanya datang dari arah berbeda tapi punya efek yang sama-sama bikin pusing.

Wabah Flu Burung: Si 'Monster' yang Bikin Peternak Pusing

Flu burung, atau Avian Influenza, bukan sekadar flu biasa buat unggas. Sekali virus ini menyerang satu peternakan, dampaknya bisa sangat dahsyat. Pemerintah biasanya akan memerintahkan pemusnahan massal (culling) puluhan ribu, bahkan jutaan ekor ayam di area terdampak untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.

Akibatnya? Tentu saja suplai daging ayam dan telur di pasar langsung anjlok. Sesuai hukum ekonomi dasar, ketika pasokan berkurang sementara permintaan tetap tinggi, harga pasti akan meroket. Inilah yang sering menyebabkan lonjakan harga ayam secara tiba-tiba di berbagai negara.

Geopolitik: Saat 'Perang Dingin' Bikin Harga Pakan Meroket

Kalau flu burung menyerang langsung ke ayamnya, geopolitik menyerang "dapurnya". Kamu harus tahu, komponen utama pakan ternak unggas adalah jagung dan gandum. Nah, negara-negara produsen biji-bijian terbesar di dunia, seperti di kawasan Laut Hitam, sering terlibat konflik.

Ketika terjadi ketegangan politik atau bahkan perang, jalur distribusi global terganggu. Pasokan jagung dan gandum ke seluruh dunia macet, membuat harganya melambung tinggi. Akibatnya, biaya produksi peternak membengkak dan mereka terpaksa menaikkan harga jual ayam agar tidak rugi.

Dampaknya ke Kantong Kita: Harga Ayam Jadi Gak Nentu!

Kombinasi dari wabah flu burung yang memangkas suplai dan konflik geopolitik yang menaikkan biaya produksi menciptakan badai sempurna di pasar unggas. Harga menjadi sangat fluktuatif dan sulit diprediksi.

Namun, ada fenomena menarik yang disebut efek substitusi. Ketika harga protein lain seperti daging sapi menjadi terlalu mahal, banyak konsumen beralih ke daging ayam yang harganya relatif lebih terjangkau. Ini justru bisa meningkatkan permintaan ayam di tengah ketidakpastian, menjadi sebuah paradoks yang menarik di pasar.

Di Tengah Krisis, Ada Peluang? Studi Kasus Saham MAIN

Situasi global yang penuh tantangan ini ternyata bisa menjadi panggung bagi perusahaan lokal yang kuat secara fundamental. Salah satu contoh yang menarik untuk dibedah adalah PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN), sebuah emiten di sektor perunggasan Indonesia. Mari kita lihat lebih dalam.

Kenapa Saham MAIN Menarik? Analisis Fundamental

Beberapa faktor fundamental menjadi angin segar bagi prospek perusahaan ini:

  • Harga Pakan Diprediksi Turun: Kabar baiknya, harga jagung di pasar global diprediksi melemah. Ini bisa menekan biaya pokok produksi pakan secara signifikan, yang berpotensi langsung meningkatkan margin laba perusahaan.
  • Daging Sapi Mahal? Ayam Jadi Pilihan!: Fenomena "efek substitusi" yang dibahas sebelumnya berpotensi meningkatkan volume penjualan ayam, karena masyarakat mencari alternatif protein yang lebih ramah di kantong.
  • Daya Beli Masyarakat Menguat: Kebijakan pemerintah yang menurunkan suku bunga diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat, sehingga konsumsi produk-produk seperti ayam bisa meningkat.
  • Bosnya Aja Percaya Banget: Ketika induk usaha melakukan buyback (pembelian kembali saham) dan pemegang saham utama terus menambah kepemilikan, itu adalah sinyal kepercayaan yang sangat kuat dari internal perusahaan.

Valuasi Saham MAIN: 'Diskon Besar' di Pasar Saham?

Dari kacamata valuasi, saham MAIN terlihat sangat menarik atau istilah kerennya undervalued (dihargai terlalu murah).

  • Price to Sales Ratio (PSR) 0.14x: Bayangin kamu beli sebuah toko, tapi harga belinya cuma 14% dari total omzet tahunannya. Murah banget, kan? Itulah gambaran rasio PSR MAIN saat ini.
  • Price to Book Value (PBV) 0.64x: Ini artinya kamu bisa "membeli" perusahaan ini dengan diskon 36% dari total nilai aset bersihnya. Ini memberikan margin of safety yang solid bagi investor.
  • Price to Cash Flow (PCFR) 2.26x: Rasio yang rendah ini menunjukkan perusahaan sangat efisien dalam menghasilkan uang tunai dari kegiatan operasionalnya, sebuah tanda kesehatan finansial yang baik.

Analisis Teknikal emiten.com: Grafik Bilang Apa?

Menurut analisis dari para ahli di emiten.com, sinyal dari pergerakan grafik harga saham MAIN juga menunjukkan hal-hal positif.

  • Grafik Mingguan (Weekly): Harga sahamnya berhasil menembus level psikologis penting di area Rp 1.200. Ini sering diartikan sebagai sinyal kuat bahwa tren kenaikan akan berlanjut.
  • Grafik Bulanan (Monthly): Dalam jangka panjang, struktur harganya terlihat kokoh dan bertahan di atas rata-rata pergerakan utamanya, menandakan ruang untuk naik lebih jauh masih terbuka lebar.
  • Perbandingan Industri (Sektoral): Kinerja saham MAIN tercatat lebih unggul (outperform) dibandingkan rata-rata saham lain di sektor sejenis.

Proyeksi dan Target Harga: MAIN Mau Dibawa ke Mana?

Berdasarkan kombinasi analisis fundamental, valuasi, dan teknikal, ada beberapa proyeksi target harga untuk saham ini:

  • Target Jangka Pendek: Level Rp 2.100.
  • Target Jangka Menengah-Panjang: Dengan potensi kapitalisasi pasar mencapai Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun, target harga per lembar sahamnya berada di kisaran Rp 2.244 – Rp 2.693.
  • Timeline: Target ini diperkirakan bisa tercapai pada Februari 2026, atau bahkan lebih cepat.

Dengan harga saat ini di kisaran Rp 745 (per 25 September 2025), potensi kenaikannya terlihat sangat signifikan.

Gimana menurut kamu? Apakah kamu punya pandangan lain tentang isu ini atau mungkin tertarik untuk belajar investasi saham? Yuk, kita diskusi di kolom komentar!

disadur dari: Denny Huang, Founder emiten.com | Instagram: @realdennyhuang

Jadi, begitulah cerita kompleks di balik harga sepotong ayam di piringmu. Dampak flu burung dan geopolitik memang nyata dan menciptakan gejolak di pasar unggas global. Namun, di setiap krisis, selalu ada celah peluang bagi mereka yang cermat melihat situasi.